Sabtu, 18 Januari 2014

ETIKA BISNIS TUGAS KE - 6 (Monopoli)

Nama    : Ineu Maelani
Kelas    : 4EA21
NPM    : 13210547



MONOPOLI  

MONOPOLI

Monopoli adalah suatu keadaan dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir penjual/perusahaan yang
menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang serupa dan ada hambatan bagi perusahaan untuk masuk dalam industri tersebut.

Adapun ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
1. Hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran;
2. Tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip (close substitute);
3. Produsen memiliki kekuatan menentukan harga; dan
4. Tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berupa keunggulan perusahaan.

Penyebab terjadinya pasar monopoli sebagai berikut:
1. Ditetapkannya Undang-undang (Monopoli Undang-undang). Atas pertimbangan pemerintah, maka pemerintah dapat memberikan hak pada suatu perusahaan seperti PT. Pos dan Giro, PT. PLN.
2. Hasil pembinaan mutu dan spesifikasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain,
sehingga lama kelamaan timbul kepercayaan masyarakat untuk selalu
menggunakan produk tersebut.
3. Hasil cipta atau karya seseorang yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk
diproduksi, yang kita kenal dengan istilah hak paten atau hak cipta.
4. Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu produk
hanya dikuasai oleh satu daerah tertentu seperti timah dari pulau Bangka.
5. Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan untuk lebih
mengembangkan dan penguasaan terhadap suatu bidang usaha.


OLIGOPOLI

Oligopoli adalah suatu bentuk pasar dimana terdapat dominasi sejumlah pemasok dan penjual,atau terdapat beberapa penjual. Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dengan penawaran dimana terdapat penjual/produsen yang menguasai permintaan pasar.

Ciri-ciri dari pasar oligopoli adalah:
1. Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.
2. Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula berbeda corak (differentiated product), seperti air minuman aqua.
3. Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk ke dalam pasar.
4. Satu di antaranya para oligopolis merupakan price leader yaitu penjual yang memiliki/pangsa pasar yang terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya harus mengikuti harga tersebut.

SUAP

Suap  adalah suatu tindakan yang melawan hukum berupa sejumlah uang, barang, atau perjanjian khusus kepada orang yang berpengaruh besar dengan tujuan pelancaran suatu kepentingan.
Suap juga merupakan suatu tindakan yang tidak etis karena tindakan ini tidak mempunyai nilai moral baik menurut konteks pribadi dengan lingkungan maupun dalam konteks profesional dan dapat berdampak negatif dalam suatu kehidupan, karena dapat mencederai tegaknya hukum yang berlaku, menimbulkan ancaman stabilitas ekonomi, merusak nilai-nilai etika, lembaga-lembaga, nilai-nilai demokrasi, kompetisi bisnis yang jujur dan keadilan.


UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI

 Undang-Undang Anti Monopoli di Indonesia, yaitu : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Pembahasan UU No 5/1999 oleh DPR berlangsung pada awal Era Reformasi, tetapi masih dalam transisi politik Orde Baru. Lahir di saat masyarakat dan bangsa kita merasakan pahitnya dampak konglomerasi perusahaan-perusahaan. Maraknya perekonomian monopolistik yang ditimbulkan karena adanya kolusi para penguasa dan pengusaha. Demikian juga dengan meningkatnya laju globalisasi telah mempengaruhi lahirnya undang-undang ini.
Menurut Rahardi Ramelan (Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan) mengungkapkan bahwa : Politik dan pembahasan UU No. 5/1999 pada waktu itu didominasi oleh pemikiran-pemikiran dekonsentrasi, yang kemudian jadi jiwa dari undang-undang tersebut. Tetapi kita ketahui bahwa persaingan usaha yang sehat bukan hanya ditentukan dan diatur oleh UU No 5/1999 saja, tetapi juga ditentukan oleh undang-undang lainnya, kebijakan pemerintah, maupun keputusan pengadilan. Undang-undang lahir karena ada kebutuhan, yang bisa berubah dan berkembang dari waktu kewaktu.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli).
Dampak dari dibentuknya Undang-undang Anti Monopoli No. 5 th. 1999, ini sangat positif bagi para pengusaha kecil dan menengah, selain dunia usaha yang semakin sehat dalam bersaing, lahirnya UU tersebut juga mencegah adanya penguasaan pasar secara mutlak oleh para konglomerat.
Hal ini sesuai dengan tujuan dibentuknya Undang-undang tersebut, yaitu :
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil
c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha

Sumber :
http://ivanhenrytholense.blogspot.com/2012/01/monopoli-dan-oligopoli-dalam-etika.html

ETIKA BISNIS TUGAS KE 5 ( Etika Pasar Bebas)

Nama   : Ineu Maelani
Kelas   : 4EA21
NPM   : 13210547



ETIKA PASAR BEBAS
Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme. Salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi(J.Gremillion). Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana adanya perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku bisnis dengan aturan yang fair, transparan, konsekuen & objektif, memberi peluang yang optimal bagi persaingan bebas yang sehat dalam pemerataan ekonomi. Negara-negara yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia. Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.
Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi bertuan. Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera dan tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia. Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-back up setiap penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula.

PERAN PEMERINTAH DALAM PASAR BEBAS
Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung jawab atas nasib masyarakat dunia.Tentunya ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak pernah maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam menghadapi tuntutan pasar bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu asas utamanya adalah persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk mengontrol harga dari produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya diserahkan kepada konsumen untuk membeli produk yang diinginkannya. Tentunya, setiap konsumen kecenderungannya memilih suatu produk/barang dengan kualitas yang baik dan harga yang murah. Bisa dipastikan sebagian dari produk-produk nasional ini akan kalah bersaing dengan alasan kualitas dan nilai jual tersebut.
Berikut merupakan peran Pemerintah dalam pasar bebas, yaitu:
1.Efektif, karena begitu terjadi pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak tertentu, pemerintah akan bertindak efektif dan konsekuen untuk membela pihak yg dilanggar & menegakkan keadilan.
2.Minimal, karena sejauh pasar berfungsi dengan baik dan fair maka pemerintah tidak terlalu banyak ikut campur.
Maka siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari status social dan ekonominya.

KEUNTUNGAN MORAL PASAR BEBAS
Pertama, system ekonomi pasar bebas menjamin keadilan melalui jaminan perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku ekonomi.
Kedua, ada aturan yang jelas dan fair, dan k arena itu etis. Aturan ini diberlakukan juga secara fair,transparan,konsekuen, dan objektif. Maka, semua pihak secara objektif tunduk dan dapat merujuknya secara terbuka.
  Ketiga, pasar member peluanyang optimal, kendati belum sempurna, bagi persingan bebas yang sehat dan fair.
  Keempat, dari segi pemerataan ekonomi, pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi.
  Kelima, pasar juga memberi peluang yang optimal bagi terwujudnya kebebasan manusia.


Sumber :
http://narastya-superwoman.blogspot.com/2010/11/etika-dan-pasar-bebas.html
http://zulkarnaen-zulkarnaen.blogspot.com/2009/12/etika-pasar-bebas.html
http://fraditya13.blogspot.com/2012/11/etika-bisnis-etika-pasar-bebas.html

TUGAS ETIKA BISNIS KE 4 ( Iklan dan dimensi Etisnya )

Nama   : Ineu Maelani
Kelas    : 4EA21
NPM    : 13210547

IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA


.Iklan merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak di jual kepada konsumen. Dengan ini iklan berfungsi mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa di jual kepada konsumen. Pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.


1.  FUNGSI IKLAN
A.      IKLAN SEBAGAI PEMBERI INFORMASI
Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah  bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti  brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari. Karena, pertama, masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.

B.      IKLAN SEBAGAI PEMBENTUK PENDAPAT UMUM / OPINI
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda  politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbada dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenaranya.  

2. BEBERAPA PERSOALAN ETIS PERIKLANAN
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa  yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.

     3.     MAKNA ETIS MENIPU DALAM IKLAN
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.

4.     KEBEBASAN KONSUMEN
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat

Sumber :
http://otnayi.blogspot.com/2011/12/iklan-dan-dimensi-etisnya.html